Pemasaran Tradisional di Era Digital

Sekalipun Anda belum mengadopsinya, namun tentunya Anda sangat sadar betapa digitalisasi telah mendominasi serta mengubah tatanan industri dan organisasi bisnis. Jika masih belum percaya, simak fakta berikut: 81% dari pembeli melakukan penelitian secara online sebelum melakukan pembelian besar, sementara itu 51% dari pengguna smartphone berhasil menemukan produk atau perusahaan baru ketika mereka mencarinya dengan smartphone. Konsekuensinya, seiring bertambahnya kesadaran terhadap manfaat pemasaran digital, bisnis pun mulai mengalokasikan proporsi yang lebih besar untuk budget pemasaran digital.

Dan apa artinya itu untuk pemasaran konvensional (atau tradisional – traditional marketing) serta para pelakunya? Mungkin hasil studi ini bisa menggambarkannya. Ditemukan bahwa 40% dari profesional pemasaran di Inggris mengekspresikan kekhawatiran terhadap karir mereka, begitu juga dengan para pemasar (marketer) di Irlandia dan Amerika.

Memang dunia digital sedang mendominasi, tetapi dalam artikel ini kami berargumen bahwa pemasaran tradisional pun tidak kalah pentingnya. Malahan pemasaran tradisional tetap menjadi bagian yang esensial untuk mengeksekusi strategi yang terintegrasi dengan efektif. Di bawah ini kami memberikan daftar dari skill pemasaran tradisional yang tetap harus Anda kuasai dan gunakan, baik ketika mengadopsi saluran offline ataupun online.

Strategi dan Perencanaan

Terlepas dari potensi yang dimiliki pemasaran digital untuk menciptakan positif sekaligus meraih Return On Investment (ROI) yang baik, ternyata baru 50% dari organisasi bisnis yang memiliki strategi pemasaran digital. Sebanyak 16% memiliki strategi pemasaran digital tetapi belum mengintegrasikannya dengan aktivitas pemasaran mereka. Ini menunjukkan bahwa meskipun pemasar sudah yakin akan manfaat dari pemasaran digital, tetapi belum banyak yang benar-benar mengaplikasikan inisiatif pemasaran digital ini secara terstruktur apalagi terdokumentasi. Belum ada pengelolaan (management) yang baik di sana.

Ini merupakan kesalahan yang fundamental. Jika pemasar profesional gagal menggambarkan rencana digital mereka yang kohesif, maka akan menjadi jauh lebih sulit untuk mengukur hasil dari rencana tersebut. Tanpa adanya data yang cukup serta pemahaman, para pemasar akan kesulitan untuk mengoptimalkan aktivitas pemasaran digital mereka, yang pada akhirnya berdampak negatif pada tingkat konversi (conversion rate) dan ROI.

Salah satu hal esensial dari pemasaran tradisional berakar pada strategi dan perencanaan. ‘Strategy’ dan ‘Planning’. Sebagai contoh, para pemasar tentunya kenal prinsip pemasaran klasik seperti 4P (Product, Price, Place, dan Promotion) sebagai landasan untuk menciptakan bauran pemasaran yang paling cocok dengan bisnis.

Masih banyak yang bisa diadopsi dari konsep pemasaran tradisional. Sebut saja: menentukan objektif secara high-level, melakukan segmentasi, memilih target pasar, serta tidak lupa mendokumentasikan setiap inisiatif. Hal-hal klasik tersebut masih merupakan metode praktis untuk meningkatkan peluang keberhasilan dari suatu strategi pemasaran.

Pemasaran Tradisional di Era Digital

Copywriting

Pemasaran konten (content marketing) mungkin bisa dilihat sebagai salah satu inovasi anyar dari pemasaran digital, meskipun tidaklah ‘sangat’ baru. Jika ditelusuri, kehadirannya berakar pada satu skillset pemasaran tradisional: membuat audiens Anda tetap terlibat (engaged). Baik itu lewat iklan TV, iklan cetak, email promosi, atau saluran lainnya. Tugas pemasar di sini adalah menciptakan informasi yang membuat brand mereka selalu berada di posisi terdepan dalam benak pelanggan.

Tulisan dengan artikulasi yang baik memiliki kekuatan untuk menghubungkan bisnis dengan audiensnya, dan pada saat yang bersamaan juga menyampaikan pesan berupa karakteristik dan identitas brand yang unik. Tulisan yang efektif haruslah jelas dan ringkas, dan lebih bersifat mengantisipasi kebutuhan pelanggan ketimbang menonjolkan unique selling point dari brand tersebut secara eksplisit. Gaya tulisan seperti model ‘percakapan’ juga bisa membantu untuk lebih memanusiakan brand, mirip seperti fenomena rekomendasi ‘dari-rekan-pada-rekan’ (peer to peer) yang lebih dipercaya pelanggan.

Satu contoh yang bisa kita ambil adalah konten iklan dari Tokopedia, yang termasuk sebagai pemain besar e-commerce di Indonesia. Pada April 2016, Tokopedia merilis taktik promosi ‘April Gratis Ongkir’. Entah apa yang menjadi latar belakang kampanye ini. Bisa jadi untuk menaikkan volume transaksi, meningkatkan brand awareness, menggaet pengguna baru, atau mungkin semuanya sekaligus. Namun yang pasti kampanye ini menarik untuk dianalisis.

Pemasaran Tradisional di Era Digital

Yang paling menonjol dari kampanye ini adalah ‘kesederhanaan’-nya. Saking sederhananya, kecil kemungkinan bahwa audiens akan bingung dengan maksud dari promosi yang berlangsung. Dengan tulisan ‘April Gratis Ongkir’, apakah ada interpretasi lain yang mungkin ditangkap oleh audiens? Rasanya tidak. Dan itu adalah sesuatu yang bagus, karena pesan bisa tersampaikan tanpa distorsi.

Juga tema dari kampanyenya, yang peka akan kebutuhan dari para pengguna. ‘Ongkir’ atau ‘Ongkos Kirim’ merupakan hal fundamental dalam berbelanja online. Ini adalah salah satu komponen biaya yang cukup signifikan. Bayangkan jika ongkos kirim yang dibebankan ternyata setara atau lebih mahal dari harga barang, apakah itu akan menarik bagi pengguna? Tentu tidak, dan itulah alasan mengapa kampanye ini tergolong cukup sensitif terhadap penggunanya.

Ditambah dengan pemanis lain, seperti desain yang segar serta pemilihan Isyana Sarasvati yang sedang naik daun sebagai ambassador untuk menarik perhatian audiens. Secara teknis, ada satu hal lagi terkait dampak kesederhanaan ini. Karena kontennya yang sederhana, hal tersebut membuat kampanye ini tidak sulit diadopsi ke media lainnya (misal: media sosial, billboard, dan lain-lain), sehingga mudah dieksekusi di berbagai saluran sekaligus.

Begitulah copywriting menunjukkan peran pentingnya dalam inisiatif pemasaran, lewat pemilihan tema dan kata-kata yang bisa menarik perhatian audiens. Apalagi jika dikombinasikan dengan taktik digital seperti SEO-optimization dan semacamnya, sehingga bisa meningkatkan kemungkinan berhasilnya suatu kampanye pemasaran. Kesimpulannya singkat saja, copywriting merupakan salah satu skillset yang tetap diperlukan di era digital sekalipun, dan mungkin saja peranannya menjadi lebih signifikan mengingat teks masih menjadi konten yang dominan dalam dunia digital.

Event Marketing

Event marketing adalah teknik pemasaran tradisional lainnya yang telah diadaptasi pada lanskap digital. Kini ‘event’ fisik memang bisa dilakukan di dunia maya dalam bentuk webinar, live podcast, atau bahkan lewat percakapan di timeline Twitter yang pada tingkat tertentu cukup serupa dengan acara-acara offline. Mereka berbagi tujuan yang sama – merangsang keterlibatan (engagement) dengan pelanggan potensial dan existing.

Event memiliki kekuatan untuk menciptakan dampak yang tidak terlupakan bagi pelanggan dan membantu Anda mencapai tujuan bisnis. Event memiliki potensi untuk berfungsi sebagai perpanjangan dari brand Anda, yang menyediakan kesempatan bagi pelanggan untuk ‘bersentuhan’ dengan orang-orang di balik brand Anda. Lebih menarik lagi, ternyata sekitar 83% dari pemasar B2B (Business to Business) berinvestasi besar-besaran dalam event, dan sekitar 20.5% dari budget pemasaran dialokasikan untuk event fisik ataupun online.

Jadi, terlepas dari bisnis Anda adalah B2B atau B2C, pemasar digital atau tradisional, kesimpulannya tetap sama: event marketing adalah sesuatu yang esensial. Selain engagement dengan pelanggan, event juga membantu dalam menemukan lead atau pelanggan potensial, sekaligus membangun kesadaran (brand awareness) serta mengedukasi audiens tentang produk dan jasa yang Anda tawarkan.

Terlebih jika event yang diselenggarakan adalah fisik atau offline, ini bisa menciptakan kesempatan sangat berharga untuk bertemu tatap-muka dengan orang-orang penting (baik itu mitra bisnis ataupun pelanggan potensial). Sesuatu yang sulit ditawarkan oleh event yang diselenggarakan secara online, meskipun online event memiliki kelebihannya tersendiri yaitu jangkauan yang bisa jadi jauh lebih luas.

Apa pun event yang Anda pilih, ingatlah bahwa event sebaiknya diisi dengan penuh kreativitas dan kepribadian dari brand Anda. Dengan ini, maka event akan menjadi media promosi yang sangat efektif.

Pemasaran Tradisional di Era Digital

Public Relations

Di era modern ini, pemasaran tradisional dan digital terus berkembang dan melebur satu sama lain. Dan dengan kondisi ini, maka ‘Public Relations’ (PR) adalah satu skillset lainnya yang harus dikuasai untuk bisa mengeksekusi strategi pemasaran baik itu online ataupun offline. PR dan pemasaran adalah sesuatu yang tak terpisahkan, sekalipun dengan kehadiran pemasaran digital yang tidak mengurangi pentingnya peran PR dalam perusahaan.

Kenyataannya memang ada sedikit bisnis yang tidak peduli dengan keberadaan brand mereka di benak pelanggan (brand visibility), sesuatu yang menjadi tanggung jawab PR. Namun jika strategi komunikasi pelanggan Anda tidak terintegrasi antara pemasaran dan PR, maka akan menjadi sulit untuk mencapai dampak yang diinginkan.

Memang efek dari pemasaran digital relatif jelas dan bisa diketahui secara instan. Sedangkan inisiatif PR sering kali memerlukan waktu yang lebih panjang: mulai dari menjalin kontak, menciptakan dan menyebarkan konten informasi, serta meningkatkan kesadaran pelanggan (awareness). Namun tanpa adanya kemampuan PR konvensional, maka akan terasa lebih sulit untuk mengakses atau berinteraksi dengan influencer, jurnalis, atau blogger (sekalipun aktivitas tersebut bisa saja termasuk sebagai bagian dari taktik pemasaran media sosial). Contoh praktisnya: jika Anda bermaksud mengundang seorang blogger untuk menulis guest blog post yang berkualitas, hal ini mungkin bisa dikategorikan sebagai bagian dari pemasaran digital, namun kesuksesan untuk mengeksekusinya seringkali bersandar pada prinsip-prinsip PR tradisional.

Banyak contoh yang bisa diambil soal pentingnya prinsip PR. Rasanya kita sudah mendengar beberapa cerita tentang promosi dengan cara unik yang dilakukan oleh pelaku bisnis kuliner, yang pada awalnya belum bersentuhan dengan konsep pemasaran digital.

Misalnya saja ada restoran yang mengusung promosi berupa ‘tantangan’ untuk makan porsi besar, penjaja siomay dengan warna nge-jreng, dan berbagai promosi unik lainnya. Mereka menggunakan metode yang sangat tradisional untuk meningkatkan awareness terhadap produk mereka. Old fashion! Dan singkat cerita, mereka pun diliput oleh media lokal, hingga akhirnya tereskalasi pada tingkat yang lebih tinggi lagi seperti televisi nasional.

Tetapi harap diingat, bahwa contoh tadi dimulai dari satu inisiatif konvensional-tradisional. Disadari atau tidak, mereka telah melakukan prinsip PR dengan sangat baik hingga akhirnya bersentuhan dengan pemasaran berbasis teknologi.

Pemasaran Tradisional di Era Digital

Layanan Pelanggan

Pemasaran digital berada di satu area di mana teknologi dan internet berkuasa. Dengan kehadiran mereka yang menawarkan otomatisasi dan efisiensi, maka ada kecenderungan untuk melupakan bahwa audiens yang Anda sasar adalah ‘manusia’, bukan makhluk mekanik. Tidak peduli seberapa pentingnya kemajuan teknologi, bisnis harus tetap selalu memposisikan pelanggan sebagai sesuatu yang penting.

Teknologi telah memberdayakan pelanggan, di mana mereka bisa melakukan penelitian sendiri secara online dan menciptakan keputusan pembelian. Hal tersebut sering kali dilakukan secara mandiri, tanpa ‘pendampingan’ dari bisnis. Dari fakta tersebut bisa kita simpulkan bahwa kesempatan dari bisnis untuk berkontribusi secara langsung dalam mengkonversi pelanggannya telah menipis. Studi menunjukkan bahwa sekitar 70% dari proses pembelian pelanggan telah selesai secara mandiri, sebelum pelanggan berkomunikasi dengan representatif penjualan dari bisnis Anda.

Bagi bisnis, ini berarti mengadopsi strategi pemasaran yang berpusat pada pelanggan (customer-centric) dengan cara menyediakan informasi bernilai menjadi jauh lebih penting. Dengan kata lain, bisnis sebaiknya tidak melakukan strategi push ataupun hard selling.

Bisnis harus menerjemahkan berbagai nilai positif dari layanan pelanggan tradisional ke dalam versi digital yang membuat pelanggan tetap engaged. Mengadopsi pendekatan yang proaktif dan juga reaktif dalam merespon pesan-pesan di media sosial. Jika perlu, Anda sendiri bisa mengunduh aplikasi media sosial sehingga bisa menerima notifikasi di telepon Anda, dan segera merespon pesan-pesan tadi sehingga response time pun menjadi singkat. Sekedar informasi saja, sejak tahun 2013 berbagai perusahaan telah meningkatkan waktu respons mereka sebesar 143% lewat Facebook.

Kembali ke aplikasi strategi yang customer-centric. Anda harus implementasikan sistem yang memprioritaskan pelanggan berdasarkan urgensi mereka. Dan tentunya memiliki rencana crisis management sehingga bisa segera mengantisipasi komplain ataupun sentimen negatif dari pelanggan dengan cepat dan tepat.

Jika Anda sadari, hal-hal di atas pada pelaksanaannya memang menggunakan saluran digital atau online. Namun secara esensi, hal tersebut dijalankan berdasarkan prinsip-prinsip konvensional dari layanan pelanggan (customer) yang baik, bukan?

Pemasaran Tradisional di Era Digital

Jadi, bagaimana menurut Anda, apakah masih ada tempat bagi strategi pemasaran tradisional di era digiral ini? Apakah Anda berpendapat ada batas yang sangat jelas antara pemasaran tradisional dengan digital, atau Anda lebih condong pada batas yang kabur dan saling beririsan antara keduanya? Silakan berikan komentar Anda.

 

Diadaptasi dari digitalmarketinginstitute.com

Share this