Ekspektasi pelanggan (customer expectation) telah meningkat dari waktu ke waktu, sedangkan perusahaan meresponnya dengan sedikit lambat. Dan apa yang terjadi jika perusahaan terus terus terlambat memenuhi berbagai harapan baru dari pelanggan? Ya, betul, pelanggan tentunya akan meninggalkan mereka, beralih pada kompetitor atau penawaran substitusi yang ada. Sedangkan perusahaan akan bernasib buruk, reputasinya hancur.
Ekspektasi pelanggan memang terus berkembang sejak dahulu, tetapi tidak pernah secepat ini. Lihat saja industri taksi misalnya, beberapa tahun lalu rasanya kita masih bisa mentolerir jika tidak mendapat taksi kosong selama setengah jam atau satu jam. Kini? Ekspektasi pelanggan telah meningkat, kita tidak mau lagi menghabiskan waktu untuk menunggu dan menginginkan kepastian secepat mungkin. Sebagian bisnis berhasil merespon ekskpektasi ini dengan dukungan teknologi, sebagaimana dilakukan oleh perusahaan ride sharing berbasis teknologi seperti Uber, Go-Jek, ataupun Grab.
Seperti telah disinggung di atas, teknologi memegang peranan penting dalam fenomena ini. Bukan hanya sebagai medium untuk menciptakan produk yang inovatif, tetapi juga sebagai sarana yang menyebarkan ekspektasi pelanggan itu sendiri. Informasi menyebar begitu cepat dari satu pelanggan ke berbagai pelanggan lainnya, dan akhirnya menjadi viral dan dampaknya eksponensial. Pada akhirnya pasar pun terpengaruh dan meningkatkan ekspektasi pelanggan secara kolektif, pelanggan mengharapkan sesuatu yang lebih.
Konsep dan Kenyataan
Para pembuat keputusan di divisi layanan pelanggan tentunya sangat ingin memenuhi ekspektasi pelanggan tersebut – setidaknya itu yang ada di benak mereka. Satu studi dari Forrester mengatakan bahwa 95% dari pimpinan perusahaan mengatakan bahwa memberikan pengalaman pelanggan (customer experience) yang baik adalah prioritas stratejik mereka yang utama. Tiga-per-empat dari mereka bahkan ingin menggunakan pengalaman pelanggan sebagai keunggulan kompetitif mereka.
Bagi mereka, ide dan maksud dari konsep ini terlihat sangat baik di atas kertas. Namun implementasi dari hal tersebut merupakan hal yang sangat berbeda. Kenyataannya, banyak perusahaan yang tidak tahu cara meningkatkan pengalaman pelanggan dan memenuhi ekspektasi pelanggan. Bahkan hanya 37% dari pimpinan yang mendedikasikan alokasi dana untuk inisiatif peningkatan pengalaman pelanggan, masih menurut studi yang sama.
Marilah kita kembali lagi ke fase perencanaan, dengan mengenali konsep dengan baik dan mengembangkan rencana tadi agar bisa diimplementasikan secara praktis. Kita mundur selangkah sebelum berdebat tentang alokasi dana terhadap inisiatif peningkatan pengalaman pelanggan. Sebelum itu semua, pimpinan perlu mengidentifikasi ekspektasi pelanggan saat ini, apa yang mereka mau, dan bagaimana itu bisa berdampak pada kepuasan serta loyalitas pelanggan. Tujuannya jelas, agar mereka bisa berfokus untuk memenuhi ekspektasi pelanggan dengan jelas, dan mengelola kepuasan pelanggan.
Berikut ini adalah ekspektasi pelanggan termutakhir dan bagaimana perusahaan bisa memenuhi hal tersebut:
Ekspektasi 1: Lebih Personal
Terdengar sedikit ironis memang, bahwa di dalam interaksi dalam dunia online yang begitu luas dan serba anonim, justru pelanggan menginginkan suatu pengalaman yang personal diciptakan khusus untuk mereka (personalized experience).
Mereka mengharapkan untuk bisa segera menemukan informasi dan produk yang mereka cari tepat di halaman atau posisi yang mereka harapkan ada di sana. Lebih dari setengah dari pengunjung bahkan akan membatalkan rencana belanja mereka jika tidak menemukan informasi atau jawaban dari pertanyaan mereka.
Terdengar agak sulit dan demanding memang, tetapi tentu ada beberapa trik untuk mengatasi hal tersebut. Seperti mempermudah navigasi website, meningkatkan efektivitas kotak pencarian, menampilkan nomor toll-free yang jelas terpampang sehingga pelanggan tidak perlu bersusah-susah untuk menemukan nomor yang dapat membantu mereka, dan lainnya.
Mungkin cara termudah dan juga cost-effective adalah dengan adanya fitur untuk berkomunikasi dengan sesegera mungkin dengan representatif dari layanan pelanggan Anda (via live chat misalnya). Fitur ini tentunya harus ditonjolkan agar pengunjung tahu ke mana mereka harus segera bertanya ketika menemukan kesulitan.
Memang kelihatannya agak old-school untuk melakukan pendekatan one-on-one. Apalagi ketika kita mengetahui berbagai cara untuk mendorong pelanggan memecahkan masalahnya sendiri (dengan menciptakan halaman FAQ – Frequently Asked Question, forum pengguna, dan semacamnya). Namun banyak kasus menunjukkan bahwa pelanggan masih sangat mengharapkan interaksi yang responsif dan personal.
Bayangkan saja jika ada seorang pengunjung yang berpotensi menjadi klien terbesar bagi bisnis Anda. Pengunjung ini sedang browsing mencari produk di website Anda, dan mengalami sedikit kesulitan. Ada halaman FAQ di sana dan juga halaman ‘contact us’ beserta nomor toll-free. Dan dia sedang tidak ada waktu untuk mengeksplor hal tersebut. Tetapi bayangkan jika sejak pertama kali dia singgah di website Anda, muncul suatu pop-up yang adalah live chat dengan agen representatif dari bisnis Anda. Di sana dia bisa segera menanyakan isu yang dihadapinya ataupun produk yang dicarinya, persis seperti dia masuk ke toko lalu dilayani pramuniaga, atau seperti masuk ke bank dan berbicara dengan teller.
Manakah media yang Anda pikir dapat memberikan kepuasan pelanggan, responsif, sekaligus efektif dari segi biaya? Sebagai gambaran dari konsep ini, Anda bisa coba mengeceknya untuk masuk di website kami.
(Tidak, ini bukan usaha hard-selling, tetapi hanya sekadar demonstrasi dari apa yang kami tuliskan di sini).
Ekspektasi 2: Lebih Banyak Pilihan
Seperti sedikit disinggung sebelumnya, pelanggan juga memerlukan sarana untuk memecahkan masalah mereka secara mandiri (self service), berinteraksi dengan perusahaan dan representatifnya – di samping pengalaman yang personalized. Pelanggan menginginkan semua media itu, atau dengan kata lain: lebih banyak pilihan.
Layanan via velepon masih merupakan media yang paling disukai, dan itu sangat wajar karena bisa memberikan kesan responsif, memiliki pengetahuan (knowledgeable), ramah dan membantu (helpful), serta cocok diterapkan dalam urgensi yang cukup tinggi. Contoh termudahnya, jika ada kesulitan dalam transaksi perbankan, rasa-rasanya mayoritas dari kita akan berusaha mencari bantuan lewat layanan pelanggan via telepon.
Di samping layanan via telepon, ada berbagai layanan lainnya yang bertumbuh pesat selama beberapa tahun belakangan, seperti: layanan mandiri di website (18%), komunitas atau forum online (39%), dan layanan chat (43%).
Di satu sisi, memberikan berbagai opsi media untuk berkomunikasi bagi pelanggan adalah sesuatu yang penting. Namun satu hal lain yang tidak kalah penting adalah untuk mengintegrasikan komunikasi tersebut, untuk menghindari berbagai kemungkinan miskomunikasi yang bisa membuat buruk citra layanan pelanggan.
Contohnya seperti ini: pelanggan menanyakan suatu inquiry lewat berbagai saluran karena sebut saja karakternya tidak terlalu sabar, melalui email dan juga telepon. Keesokan harinya, dia mendapatkan respon berupa penjelasan yang diberikan oleh representatif lewat telepon, dan ada susulan pertanyaan yang dijanjikan akan dijawab di kemudian hari. Beberapa hari kemudian, dia mendapatkan email, namun isinya bukan hal yang pending tadi namun respon dari pertanyaan inisial (yang sebenarnya sudah terjawab lewat telepon).
Hal seperti itu tentu bukan contoh komunikasi yang efektif lewat berbagai media. Maka integrasi komunikasi antar media adalah satu hal yang krusial. Beberapa perusahaan mencoba mempermudahnya dengan menggunakan CRM (Customer Relationship Management) di mana setiap agen yang berasal dari berbagai departemen atau media berbeda bisa memberikan laporan tentang apa yang telah mereka lakukan terhadap inquiry dari pelanggan tersebut, sekaligus juga membaca apa yang telah rekan mereka di departemen atau media lainnya telah berikan pada pelanggan tersebut. Ini tentunya akan menjadi kolaborasi yang efektif, dan memberikan citra yang positif bagi komunikasi antara perusahaan dan pelanggannya yang pada akhirnya berujung pada kepuasan pelanggan.
Ekspektasi 3: Kontak yang Berkelanjutan
Kabar baik bagi bisnis Anda, sebagian dari pelanggan tidak merasa bahwa iklan, promosi, atau kontak apapun yang Anda jalin dengan mereka merupakan sesuatu yang mengganggu mereka. Malahan, sebagian dari mereka berharap adanya follow-up, yang tentunya diharapkan dapat memberi suatu pengalaman yang baik.
Ini adalah suatu ekspektasi pelanggan yang sangat menguntungkan bisnis Anda. Tetap menjalin kontak dengan pelanggan Anda tidak hanya membuat bisnis anda berpotensi meraup peningkatan penjualan, tetapi juga meningkatkan kepuasan pelanggan dan berujung pada loyalitas.
Kunci dari menjalin komunikasi dan follow up yang baik adalah dengan memberikan pelanggan anda informasi dalam kadar, waktu, dan media yang tepat. Jika dikonversikan menjadi pertanyaan praktis, maka bisnis perlu memikirkan beberapa hal ini sebelum merilis komunikasi mereka dengan pelanggan:
- Informasi apa yang pelanggan ingin dengarkan dari Anda
- Kapan mereka ingin mendapatkan informasi
- Saluran atau media apa yang ingin mereka gunakan untuk mendapatkan informasi tersebut
Masih dari industri perbankan, misalnya saja media telepon digunakan untuk berbagai kasus yang urgensinya cukup tinggi. Seperti jika pelanggan kehilangan kartu kredit. Namun untuk keperluan seperti promosi atau penawaran produk baru, media seperti SMS atau email merupakan pilihan yang lebih nyaman bagi pelanggan (seperti kita tahu, cukup banyak yang merasa sedikit terganggu ketika pihak bank menelepon mereka hanya untuk menawarkan sesuatu yang belum tentu mereka perlukan). Sedangkan untuk beberapa isu yang tidak urgen, sebagian pelanggan memilih untuk menggunakan media sosial seperti Twitter atau Facebook untuk berkomunikasi dan berkonsultasi tentang isu yang mereka hadapi.
Seperti telah ditekankan di poin sebelumnya, sangat baik untuk memiliki lebih dari satu media. Dan jangan lupa tentang poin yang baru dibahas, bahwa menjalin kontak dan follow up mutlak harus dilakukan oleh bisnis untuk meningkatkan potensi penjualan sekaligus juga kepuasan pelanggan.
Ekspektasi 4: Dengarkan dengan Seksama, Respon dengan Cepat
Kabar baik lainnya: kebanyakan pelanggan tidak menganggap bahwa permintaan Anda akan feedback berupa survey atau semacamnya adalah sesuatu yang mengganggu (kecuali sudah di luar batas normal tentunya). Namun perlu dicamkan, pelanggan membawa harapan terbesar dari feedback yang mereka berikan, bahwa bisnis akan memberikan perubahan dengan mempertimbangkan masukan dari mereka.
Dalam tingkat yang ideal, bisnis perlu untuk merespon feedback yang telah diberikan, melakukan perbaikan berdasarkan masukan tersebut, dan menginformasikannya pada pelanggan bahwa mereka melakukan perubahan demi pengalaman pelanggan yang lebih baik lagi berdasarkan masukan dari mereka. Ini akan membuat mereka merasa dihargai, dan merasa terasosiasi sebagai bagian dari produk Anda. Jika ini tidak dilakukan, maka sangat mungkin pelanggan merasa memberikan feedback adalah hal yang tidak berguna dan enggan melakukannya lagi.
Anda juga harus memikirkan tentang media yang efektif untuk melakukan survey. Apakah itu lewat selebaran kertas, telepon, ataupun dengan fitur di media sosial. Survey dapat dikatakan baik tentunya jika mampu menjamah lebih banyak responden, sehingga mewakili suara mayoritas dari pelanggan Anda. Maka Anda perlu mengevaluasi mana media yang memungkinkan bisnis Anda mendapatkan respon yang banyak sekaligus valid.
Hasil dari feedback tersebut dapat memberikan Anda ide-ide segar yang mungkin tidak sempat terpikirkan dari sisi internal bisnis Anda atau bahkan konsultan bisnis. Karena yang memberikan masukan justru merupakan aset terpenting dari bisnis Anda: sang pelanggan. Jadi, jangan lupakan untuk mendapatkan feedback, mendengarkannya, dan meresponnya!
Ekspektasi 5: Berikan Representatif Lebih Banyak Kontrol
Kali ini sedikit kabar buruk (plus kabar baik di akhir tulisan), toleransi pelanggan terhadap respon dari bisnis telah jauh menurun. Mereka meyakini bahwa mereka harus mendapatkan apa yang mereka cari dalam waktu singkat, sesaat sejak mereka memberikan inquiry. Ekspektasi mereka terhadap kecepatan respon bisnis telah meningkat (terlalu) pesat.
Ini berimplikasi pada harapan pelanggan terhadap representatif bisnis Anda (front-liner), yang mereka asumsikan memiliki pengetahuan yang cukup (knowledgeable) terhadap permasalahan mereka, ditambah dianggap memiliki otoritas untuk melakukan sesuatu yang bisa menyelesaikan permasalahan mereka.
Ini menjadi tantangan yang cukup menarik, terutama karena perusahaan cenderung tidak memberikan otoritas lebih terhadap para representatif bisnis mereka. Alasannya sederhana saja, bisnis tidak ingin para pelanggan mengambil keuntungan dari hal tersebut (seperti meminta penggantian barang terlalu mudah, diskon lebih, dan semacamnya) yang berakibat buruk bagi bisnis.
Namun seringkali kasus seperti itu hanyalah sebagian kecil dari pelanggan. Sebagian pelanggan lainnya, atau bahkan mungkin sebagian besar dari mereka, memiliki intensi yang baik dan berperilaku dengan cukup fair. Mereka hanya ingin isu mereka terpecahkan, masalah terselesaikan, dan pertanyaan terjawab. Itu tentunya bisa dilakukan oleh kebanyakan representatif, dengan catatan jika mereka telah dilatih dan diberdayakan.
Ide ini memang sedikit berisiko untuk dijalankan, karena perusahaan cenderung menahan otoritas di level yang lebih tinggi. Tentu tidak semua model bisnis cocok untuk menjalankan ide ini. Namun Anda bisa mengakalinya dengan banyak hal, misalnya memberikan otoritas dalam hal informasi yang bisa dibagikan dengan pelanggan namun membatasinya dalam hal finansial dengan alasan itu bukan koridor yang bisa dilakukan oleh departemen tempat sang representatif (sehingga mereka memiliki alasan untuk menjelaskan keterbatasan itu terhadap pelanggan).
Contoh praktisnya, Anda bisa melatih tim representatif untuk mengenal berbagai departemen di bisnis Anda. Sehingga ketika mereka berhadapan dengan pelanggan, mereka bisa menjelaskan mekanisme yang berjalan di internal perusahaan, sehingga pelanggan bisa memberikan toleransi lebih. Dengan cara demikian, setidaknya kepuasan pelanggan berada di level yang sama, atau bahkan meningkat karena mereka memahami bahwa ada proses dan perkembangan yang sedang berjalan.
Seperti itulah poin-poin yang perlu diperhatikan untuk mengelola kepuasan pelanggan. Ada berbagai ekspektasi pelanggan yang baru, terutama di era digital ini. Sebagai bisnis, tentu Anda perlu meresponnya agar bisa menjadi yang terdepan di dalam kompetisi. Sudahkah Anda?
Diadaptasi dari customerexperienceinsight.com