Praktik content marketing yang sukses adalah tentang menciptakan koneksi antara audiens dengan brand Anda. Ini bukanlah berarti menjejalkan konten sebanyak-banyaknya pada mereka. Melainkan menciptakan konten yang benar-benar bernilai untuk mereka – konten yang melayani kebutuhan mereka dan menyentuh isu atau kendala (pain point) terpenting yang mereka hadapi. Perlu dicatat, bahwa tipikal konten seperti ini lebih mudah diciptakan ketika dalam prosesnya dilibatkan dan didorong oleh empati.
Namun apakah sebenarnya empati? Mungkin definisi termudahnya adalah kemampuan mental untuk merasakan dari sisi orang lain, seperti bela rasa. Ini sedikit berbeda dengan simpati, yang merupakan bentuk memahami atau menghargai perasaan orang lain. Dengan kata lain, empati berada di tingkatan yang lebih dalam ketimbang simpati.
Ketika Anda menempatkan diri di posisi orang lain, atau dalam Bahasa Inggris sering digunakan istilah “put yourself in others’ shoes” (menaruh kaki Anda di sepatu orang lain), maka menjadi lebih mudah untuk memahami masalah mereka dan berpikir secara kritis tentang solusi terbaik bagi mereka. Itulah alasan mengapa content marketing yang empatik merupakan strategi jitu, baik untuk kalangan B2B (business to business) ataupun B2C (business to consumer).
Untuk lebih mudahnya, mari kita akhiri diskusi soal konsep dan menikmati sajian dari content marketing yang empatik dari beberapa brand dengan berbagai media.
1. Lush
Tipe konten: Video
Dengan tagline yang berbunyi “Fresh, handmade cosmetics”, Lush adalah brand kecantikan yang berasal dari produk alami. Kita bisa melihat idealisme tersebut dikemas dalam serial video mereka “How It’s Made“, di mana di sana dibahas semacam behind the scenes dari sebagian produk populer mereka.
Setiap episode menggambarkan pegawai Lush di ‘dapur’ mereka, menceritakan proses pembuatan produk. Lush memvisualisasikan betapa naturalnya bahan-bahan yang mereka gunakan. Anda bisa melihat buah lemon yang segar, teh, dan garam dicampur bersama-sama dan akhirnya menjadi produk kecantikan. Ini merupakan konten yang menarik sekaligus juga edukatif. Cek video berikut ini.
Sisi Content Marketing yang Empatik:
Pelanggan Lush ingin membeli produk kecantikan yang alamiah, natural. Mereka peduli tentang penggunaan bahan baku yang segar, organik, sekaligus juga etis. Ini menjadi alasan mengapa video yang ditampilkan memperlihatkan secara jelas bahan-bahan seperti buah lemon yang berwarna begitu cerah. Untuk menampilkan kesan organik.
Lewat video ini, Lush mengundang pelanggan mereka secara virtual masuk ke pabrik mereka, dan menunjukkan setiap proses pembuatan produknya. Dibawakan oleh karyawan yang nyata bukan aktor, maka hal ini bisa meyakinkan para pelanggan tentang idealisme yang dibawa dari produk ini dan mengkonsumsinya dengan tenang, serta mungkin merekomendasikannya pada kerabat mereka.
2. LinkedIn
Tipe konten: Ebook
LinkedIn Marketing Solutions adalah segala sesuatu tentang menggerakan marketer untuk menumbuhkan audiens mereka, menciptakan konten yang lebih efektif, dan yang terpenting: meraih tujuan mereka. Tujuan utamanya tentu mereka menginginkan audiens untuk menggunakan LinkedIn dalam membantu mereka meraih tujuannya. Sementara mereka menghasilkan banyak konten tentang manfaat LinkedIn, mereka juga membuat terobosan konten baru yang bisa mengedukasi para marketer di berbagai tingkat dalam bermacam-macam topik (seperti yang Anda bisa cek di blog mereka).
Konten tersebut berupa 27 halaman ebook berjudul Native Advertising: What It Is. How to Do It, yang menyediakan begitu banyak informasi tentang segala aspek dari ‘native advertising’ (semacam iklan yang tersembunyi atau menyatu dengan gaya editorial dari media yang digunakannya), yang adalah salah satu produk jasa yang ditawarkan LinkedIn.
Ebook tersebut ditullis lengkap dengan tips, statistik, pengenalan terhadap berbagai macam native ads, strategi, dan juga tentunya manfaat dari jasa native ad dari LinkedIn.
Sisi Content Marketing yang Empatik:
Salah satu bentuk taktik content marketing yang empatik adalah edukasi. LinkedIn ingin memberdayakan audiens mereka untuk melakukan pekerjaan mereka dengan lebih baik (dan tentunya menggunakan produk mereka untuk mencapai hal tersebut), dan ebook ini adalah media yang dibutuhkan mereka untuk memahami dan menggunakan native ad untuk kepentingan mereka.
Dengan penawaran seperti ini, pelanggan menyadari bahwa mereka bisa berpegang pada LinkedIn sebagai sumber terpercaya untuk memandu mereka ke arah yang benar, dan LinkedIn bisa terus menyediakan solusi lewat penawaran produk mereka. Ini adalah win-win solution bagi keduanya.
Kami di Subiz pun mencoba melakukan yang mirip. Berusaha membantu audiens kami untuk memahami konsep layanan pelanggan (customer service) yang baik, serta bagaimana Subiz bisa membantu mewujudkan hal tersebut. Kami mempersilakan Anda untuk mendownload ebook Subiz di sini.
3. Home Depot
Tipe konten: Infografis
Home Depot adalah toko alat rumah tangga dan berkebun, yang memenuhi kebutuhan segala macam pembangun sekaligus suka merancang sendiri (Do It Yourself – DIY). Mulai dari mereka yang sedang membangun gazebo, ataupun yang sedang bereksperimen dengan kebunnya. Dengan kata lain, ini memiliki konsekuensi bahwa konten yang diciptakan harus bisa menjangkau berbagai karakter demografis.
Untuk mengantisipasi beragamnya karakter tersebut, Home Depot mendasarkan diri pada kesamaan karakter DIY dari para pelanggannya. Tim marketing mereka berfokus pada bagaimana produk yang mereka jual bisa membantu kehidupan pelanggannya, alih-alih menjelaskan apa produk mereka. Mereka menciptakan infografis “Grow a Living Salad Bowl“, yang mengajarkan pelanggan untuk menanam dan memanen salad di kebun mereka sendiri. Termasuk bagaimana cara melakukannya, sayuran apa yang sebaiknya dipiliih, peralatan apa yang dibutuhkan. Dan kesemuanya itu dilakukan dengan sedikit ‘terselubung’, sehingga tidak terlalu kentara bahwa itu adalah aktivitas branding.
[klik disini untuk infografis lengkap]
Sisi Content Marketing yang Empatik:
Pelanggan mereka memimpikan diri menjadi seorang ahli DIY, tetapi membutuhkan pertolongan dan juga dukungan. Infografis ini dengan sangat jelas memberikan solusi tersebut, sekaligus juga menginspirasi pelanggan untuk segera melakukannya (dan membeli produk dari Home Depot).
4. Dove
Tipe Konten: Instagram
Dove adalah brand kecantikan yang menekankan citra diri (self-image) yang positif, dan mereka terkenal dalam menciptakan lingkungan yang suportif bagi para pencinta brand ini di media sosial. Kebanyakan dari post Dove di Instagram adalah tentang mencintai diri (self-love), dibalut dengan pesan-pesan inspirasional.
Dengan pesan-pesan yang mengusung tema self-love tadi, mereka tidak hanya menginspirasi para audiensnya, tetapi juga menggerakkan mereka untuk melakukan pesan tadi secara nyata untuk meraih audiens lebih luas lagi (misalnya lewat tagging, menciptakan semacam jurnal mini, dan lainnya). Secara singkat, Dove berhasil menggunakan Instagram untuk menginspirasi aksi.
Cek akun mereka di @dove.
Sisi Content Marketing yang Empatik:
Post dari Dove mengingatkan audiens mereka tentang menghargai diri sendiri dan juga wanita lainnya. Ini bukan hanya saja taktik membangun relasi yang baik, tetapi juga memberikan manfaat psikologis yang nyata bagi pelanggan mereka. Studi di tahun 2013 oleh Carnegie Mellon University menemukan bahwa afirmasi diri (self-affirmation) dapat membantu Anda untuk bekerja lebih baik, termasuk di bawah tekanan stress. Ini adalah perpaduan dari pendekatan yang saintifik dan juga tulus untuk menciptakan nuansa cinta diri dalam kehidupan pelanggan.
5. Extra
Tipe Konten: Situs interaktif
Produk dari Extra adalah permen karet. Dan rasanya kita telah melihat hampir segala bentuk pemasaran telah dilakukan oleh perusahaan permen karet. Mulai dari iklan yang lucu, menggoda, seksi, romantis, dan lainnya. Namun Extra berusaha keluar dari pakem tersebut.
Extra menyadari bahwa permen karet adalah bagian dari kehidupan sehari-hari. Meskipun terkesan biasa atau sepele, namun keberadaannya dapat memberikan arti tersendiri dalam setiap momen kecil. Maka mereka pun mencanangkan kampanye #givextragetextra yang merupakan perayaan atas momen tersebut – baik itu trip untuk memancing, jalan-jalan bersama teman, atau bahkan hubungan romantis. Lalu Extra mengubahnya menjadi suatu karya seni.
Kampanye sosial dan website yang interaktif akan mendorong konsumennya untuk mengunggah foto dari momen-momen tersebut. Dan bagi mereka yang terpilih maka Extra akan mengubah momen tersebut menjadi sketsa, lalu mencetaknya di bungkus permen mereka! Di website tersebut, Anda bisa melihat gambar-gambar, video sketsa, galeri, dan juga mengecek apakah foto yang diunggah berhasil tembus untuk diubah menjadi karya seni berupa sketsa.
Sisi Content Marketing yang Empatik:
Permen karet adalah produk yang melambangkan kedekatan. Bukan hanya memberikan kesegaran nafas, tetapi juga mencairkan suasana dan menyambungkan berbagai peristiwa kecil lainnya yang mewarnai hari kita. Dalam dunia modern yang kini begitu terkoneksi, momen-momen kecil seperti itu sering kali terlumpakan. Kampanye ini membantu pelanggan untuk kembali sadar dan merayakan momen kecil tersebut. Dengan mendorong mereka untuk mengabadikan momen, membagikannya, serta mengapresiasinya dengan mencetaknya di pembungkus permen, maka Extra telah mengambil hati pelanggannya agar lebih menghidupi hidup.
6. Microsoft
Tipe konten: Infografis interaktif
Produk solusi keamanan dari Microsoft adalah tentang menjaga keamanan data pelanggan. Maka tujuan kampanye mereka jelas: mengedukasi dan menjelaskan mengapa produk itu penting. Namun tantangannya pun sangat jelas: keamanan data bukanlah topik menarik, apalagi seksi, untuk diperbincangkan.
Untuk mengakali hal tersebut, Microsoft menciptakan situs interaktif Anatomy of a Data Breach yang menjelaskan isu keamanan data dari sudut pandang yang menarik: pencurian data.
Situs itu menempatkan pelanggan dari kacamata hacker, memandu sekaligus menunjukkan mereka proses pencurian data. Ditambah dengan berbagai statistik tentang keamanan data. Dan jelaslah apa yang ingin disampaikan oleh Microsoft.
Sisi Content Marketing yang Empatik:
Pelanggan tentu tahu bahwa pembobolan data adalah potensi masalah besar, tetapi mereka tidak sepenuhnya paham bagaimana hal itu bisa terjadi. Dengan menciptakan cerita dan narasi yang menarik, plus menggunakan data statistik yang nyata, Microsoft telah menciptakan konten yang hidup dan sangat berharga bagi audiensnya. Dengan situs interaktif itu, pelanggan bisa melihat betapa riskannya posisi mereka dan memahami bagaimana melindungi keamanan mereka (ya, dengan produk Microsoft).
7. Michael’s
Tipe konten: Blog
Di zaman di mana Pinterest mendominasi, Michael’s adalah toko kerajinan tangan (pernak-pernik) yang mencoba menjaring audiensnya dengan cara tersendiri. Memang mereka telah menyediakan tutorial di website mereka, tetapi dengan inisiatif blog The Glue String mereka bisa memasuki kehidupan para pelanggannya dengan lebih banyak konten.
Mungkin judul seperti “Washi Tape Out of Control: 12 Creative Ways to Control the Rolls” terdengar sedikit pasaran, tetapi bagi para pencinta pernak-pernik, ini adalah tipikal post yang benar-benar relevan dengan kebutuhan mereka. Ditambah dengan layout dan gambar yang menarik membuatnya benar-benar menjadi konten yang berharga bagi penikmat kerajinan tangan.
Sisi Content Marketing yang Empatik:
Kerajinan tangan adalah hobi yang menyenangkan, sekaligus kadang-kadang membuat frustrasi. Menyediakan berbagai tips berguna dan how-to akan membuat pembaca bisa melakukan sesuatu yang mereka senangi dengan lebih baik. Ditambah lagi para pencinta pernak-pernik akan menyebarkan link tersebut lewat media sosial mereka, dan membuat Michael’s memperluas jaringannya. Ini semua dipicu dari satu inisiatif content marketing yang empatik dengan tujuan membantu pelanggan mereka.
8. JetBlue
Tipe konten: Video
JetBlue adalah brand maskapai yang dikenal dengan layanan pelanggannya yang begitu baik, dan humoris. Dengan posisi seperti itu maka konten yang diciptakan sudah seharusnya menaruh fokus yang relevan terhadap dunia penerbangan dan pengalaman yang didapat dari pelanggannya.
Sebagai contohnya, rangkaian video Flight Etiquette dari JetBlue sangatlah menghibur sekaligus juga sedikit menyindir beberapa masalah yang biasa terjadi ketika berpergian. Seperti misalnya penumpang yang terlalu bersemangat ketika mendengar pengumuman boarding (dan berlomba untuk menjadi yang terdepan), teman duduk yang agak bawel, dan lainnya. Mereka bahkan menaruh judul yang cukup sarkastik, “How NOT to”, yang menegaskan atmosfer humor cerdas pada konten dan brand mereka.
Sisi Content Marketing yang Empatik:
Tentu ada berbagai peristiwa di bandara yang membuat pengalaman penerbangan kita menjadi menghibur (atau menjengkelkan, tergantung situasinya). Video dari JetBlue ini berusaha menampilkan kembali momen-momen itu, dengan membuatnya ringan dan edukatif. Satu taktik yang menarik perhatian dan juga efektif!
9. J.Crew
Tipe konten: Visualisasi how-to
J.Crew adalah brand busana yang merupakan merepresentasikan gaya hidup, dan tentnya mereka mengemas produknya dalam konteks yang relevan. Mereka memiliki pelanggan yang begitu setia, dan senantiasa mencari cara untuk menjalin hubungan lebih erat dengan audiens mereka.
Blog mereka adalah media yang sempurna untuk mewujudkan ide tersebut. Mereka menggunakan ‘desain’ bukan hanya bagian penting dari bisnis inti mereka, tetapi juga sebagai materi konten yang dipublikasikan. Di blog mereka, Anda akan menemukan desain yang begitu atraktif tentang produk, tips, dan juga trik dalam berbusana. Mereka juga secara konsisten menggunakan gambar atau visualisasi lainnya untuk menambah nilai berharga dari kontennya.
Seperti halnya tutorial The Bandana, 4-ways yang menampilkan arahan, ilustrasi, penjelasan, dan produk aktual. Ini adalah konten panduan yang lengkap, baik secara materi teks dan juga visual.
Sisi Content Marketing yang Empatik:
Pelanggan mereka adalah mereka yang menggunakan fashion untuk merefleksikan kepribadiannya. J.Crew memberikan mereka lebih banyak informasi dan pilihan untuk berekspresi lewat produk mereka dan panduan tutorial, yang pada akhirnya sangat membantu audiens untuk mewujudkan kesan yang ingin dtampilkan lewat busana yang dipakai.
Siap Untuk Mencobanya?
Menciptakan suatu content marketing yang empatik, dengan menempatkan orang lain (pelanggan) terlebih dahulu merupakan salah satu cara cerdas untuk menumbuhkan dan mengembangkan pelanggan. Ini dikarenakan Anda menunjukkan kepedulian mereka sebagai sesama manusia, bukan sekadar pelanggan. Dan dari sisi mereka, tentunya mereka lebih nyaman untuk berinteraksi, bekerja, atau bertransaksi dengan sosok yang mereka sukai secara personal atau bisnis yang mereka hormati.
Anda akan selalu bisa berbicara tentang brand ataupun produk Anda ketika sudah tercipta koneksi yang erat. Namun yang terpenting untuk mencapai fase tersebut adalah bagaimana menciptakan konten yang relevan bagi audiens, sehingga mereka tertarik dan mau mengikuti Anda. Content marketing yang empatik adalah salah satu teknik yang memungkinkan hal itu terjadi.
Kini giliran kami bertanya pada Anda, apakah Anda memiliki contoh lain tentang content marketing yang empatik? Atau pertanyaan yang lebih penting, apakah bisnis Anda sudah mencoba menerapkan content marketing yang empatik?
Diadaptasi dari hubspot.com